Orang kristen yang salat

Iseng-iseng browsing nemu arikel kaya gini.. wah seru juga yah
Lagi asik browsing nemu artikel di wikipedia tentang orang kristen yang lagi salat. Agak aneh emang tapi jangan langsung dirasa aneh ya. Anggap saja ini pengetahuan buat kita semua.. Oke saya akan membagikian kepada anda...


Salat Tujuh Waktu (bahasa Arab: As-Sab’u ash-Shalawat) adalah salah satu ritual atau tata ibadah Kristen dalam Gereja Ritus Timur, khususnya di dalam Gereja Ortodoks.
Barangkali agak asing rupanya, jika orang Kristen berbicara tentang salat. Karena kata Salat atau Sembahyang itu sendiri jarang disinggung-sentuh oleh orang Kristen. Padahal jauh sebelum kaum Muslim menggunakan kata ini, orang Kristen Orthodox telah menggunakan kata “Salat” saat menunaikan ibadah. Kata “Salat” itu sendiri dalam bahasa Arab, berasal dari kata tselota dalam bahasa Aram (Suriah) yaitu bahasa yang digunakan oleh Tuhan Yesus Kristus sewaktu hidup di dunia. Dan bagi umat Kristen Ortodoks Arab yaitu umat Kristen Ortodoks yang berada di Mesir, Palestina, Yordania, Libanon dan daerah Timur Tengah lainnya menggunakan kata tselota tadi dalam bentuk bahasa Arab Salat, sehingga doa “Bapa kami” oleh umat Kristen Ortodoks Arab disebut sebagai Sholattul Rabbaniyah.
Dengan demikian “Salat” itu awalnya bukanlah datang dari umat Islam atau meminjam istilah Islam. Jauh sebelum agama Islam muncul, istilah Salat untuk menunaikan ibadah telah digunakan oleh umat Kristen Ortodoks Timur, tentu saja dalam penghayatan yang berbeda. Salat masih dilakukan di gereja-gereja Arab, kalau di Gereja Katolik namanya Brevir atau De Liturgia Horanum. Hampir seluruh Gereja-gereja di Timur masih melaksanakan Salat Tujuh Waktu (As-Sab’u ash-Shalawat). Dalam gereja-gereja Ortodoks jam-jam salat (Arami: ‘iddana tselota; Arab: sa’atush salat) ini masih dipertahankan tanpa putus sebagai doa-doa baik kaum imam (klerus) maupun untuk umat (awam).

[sunting] Khidmat al-Quddus dan Salat

Dalam teks '''Peshitta''' (dalam bahasa Aram) untuk Kisah Para Rasul 2:42 berbunyi: ‘Mereka bertekun dalam pengajaran para Rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu menjalankan salat-salat dan merayakan Ekaristi’. Dua corak ibadah ini merupakan penggenapan dari kedua corak ibadah Yahudi: Mahzor dan Siddur. Mahzor, ialah perayaan besar yang diselenggarakan 3 kali dalam setahun di kota suci Yerusalem. Kata yang diterjemahkan "perayaan", dalam bahasa Ibrani: Hag (yang seakar dengan kata Arab: Hajj ). Ketujuh ibadah sakramental, khususnya ‘Qurbana de Qaddisa’ (Ekaristi/Perjamuan Kudus) yang meneruskan ibadah Hag, maupun Salat tujuh waktu non-sakramental, dapat dilacak asal-usulnya dari Siddur Yahudi.

[sunting] Istilah Tselota, Salat dan Shalawat

Kata Arab salat ternyata berasal dari bahasa Aram Tselota. Contoh kata ini misalnya terdapat pada Kis 2:42 dalam teks Arami/Syriac : "waminin hu bsyulfana dshliha wmishtautfin hwo batselota wbaqtsaya deukaristiya" (Mereka bertekun dalam pengajaran para Rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu menjalankan salat-salat dan merayakan Ekaristi). Dalam Alkitab bahasa Arab, kedua ibadah itu disebut: ‘kasril khubzi wa shalawat’ (memecah-mecahkan roti dan melaksanakan salat-salat).
Kata Aram Tselota merupakan nomen actionis, yang berarti "ruku’ atau perbuatan membungkukkan badan". Dari bentuk kata Tselota inilah, bahasa Arab melestarikannya menjadi kata Salat.
Selanjutnya, Mar Ignatius Ya’qub III menekankan bahwa orang Kristen hanya "melanjutkan adab yang dilakukan orang-orang Yahudi dan bangsa Timur lainnya ketika memuji Allah dalam praktek ibadah mereka" (taba’an lamma kana yaf’alahu al-Yahudi wa ghayrihim fii al-syariq fii atsna’ mumarasatihim al ‘ibadah). Dan perlu dicatat bahwa, "pola ibadah ini telah dilestarikan pula oleh umat Muslimin" (wa qad iqtabasa al-Muslimun aidhan buduruhum hadza al-naun min al ‘ibadah).
Selain dari itu, gereja mula-mula juga meneruskan adab ‘Tilawat Muzamir’ (yaitu bagian-bagian Kitab Zabur/Mazmur) dan salat-salat yang ditentukan pada jam-jam ini (wa qad akhadzat ba’dha al-Kana’is ‘an Yahudu tilawat Muzamir wa shalawat mu’ayyanat fii hadzihis sa’ah).

[sunting] Kiblat Salat

Alkitab mencatat kebiasaan nabi Daniel berkiblat "ke arah Yerusalem, tiga kali sehari ia berlutut dengan kakinya (ruku’) mengerjakan salat" (Daniel 6:11, dalam bahasa Aram: "negel Yerusyalem, we zimnin talatah be Yoma hu barek ‘al birkohi ume Tsela" ).
Seluruh umat Yahudi sampai sekarang berdoa dengan menghadap ke Baitul Maqdis (Ibrani: Beyt ham-Miqdash), di kota suci Yerusalem. Sinagoga-sinagoga Yahudi di luar Tanah Suci mempunyai arah kiblat (Ibrani: Mizrah) ke Yerusalem. Kebiasaan ini diikuti oleh umat Kristen mula-mula, tetapi mulai berkembang beberapa saat setelah tentara Romawi menghancurkan Bait Allah di Yerusalem pada tahun 70 M.
Kehancuran Bait Allah membuat arah kiblat salat Kristen menjadi ke arah Timur, berdasarkan Yohanes 4:21, Kejadian 2:8, Yehezkiel 43:2 dan Yehezkiel 44:1. Kiblat ibadah ke arah Timur ini masih dilestarikan di seluruh gereja Timur, baik gereja-gereja Orthodoks yang berhaluan Kalsedonia (Yunani), gereja-gereja Orthodoks non-Kalsedonia (Qibtiy/Coptic dan Suriah), maupun minoritas gereja-gereja Nestoria yang masih bertahan di Irak.

[sunting] Makna Teologis Ketujuh Waktu Salat

L E Philips, berdasarkan penelitian arkeologisnya menulis bahwa umat Kristiani paling awal sudah melaksanakan daily prayers (salat) pada waktu pagi, tengah hari, malam dan tengah malam.
Ketujuh Salat dalam gereja purba, yang penyusunannya didasarkan hitungan waktu Yahudi kuno itu, antara lain :

[sunting] Salat Sa’at al-Awwal

Salat jam pertama, kira-kira pukul 06.00 pagi, disebut juga Salat Subuh dalam gereja Suriah, atau Salat Bakir (Salat bangun tidur) dalam gereja Koptik. Dalam Gereja Barat (Katolik) disebut Prime (Latin: hora prime 'jam pertama'). Ibadat ini dalam Gereja Barat dibedakan dengan Matin (Latin: matutinum 'waktu fajar') yang dilaksanakan saat matahari terbit/subuh. (Matin di kemudian hari lebih dikenal dengan sebutan Lauds (lihat Salat as-Satar di bawah).)
Keputusan Konsili Vatikan II menghapuskan ibadat Prime dan menyederhanakan tiga ibadat Terce, Sexte, dan None (lihat salat-salat ini di bawah) menjadi satu ibadat siang yang waktunya dapat dilaksakan kapan saja di siang hari.

[sunting] Salat Sa’at ats-Tsalitsah

Terce (Latin: hora tertia 'jam ketiga'), jatuh kira-kira sejajar dengan pukul 09.00 pagi, sebanding dengan Salat Duha dalam Islam. Salat pada jam ketiga ini, karena memperingati Penyaliban Al-Masih (Markus 15:25), dan turunnya Ruh Kudus atas para muridNya (Kisah Para Rasul 2:15).

[sunting] Salat Sa’at as-Sadisah

Sexte (Latin: hora sexta 'jam keenam'), yang bertepatan pada jam 12.00 siang. Rasul Petrus melaksanakannya (Kisah Para Rasul 10:9), raja Daud juga mengenal salat tengah hari (Ibrani: "Tsohorayim" ). Waktu salat ini dapat sejajar dengan Salat Zuhur dalam Islam. Pada waktu inilah kegelapan melanda kawasan itu mulai jam 12 waktu "Ia telah disalibkan" (Markus 15:33).

[sunting] Salat Sa’at at-Tasi’ah

None (Latin: hora nona 'jam kesembilan'), kira-kira pukul tiga petang menurut hitungan modern (15.00), atau sejajar dengan Salatt ‘Asyar dalam Islam. Rasul-rasul dengan tekun mengikuti Salat yang dikenal orang Yahudi sebagai Minhah (Kisah Para Rasul 3:1, 10:30). Dalam Lukas 23:44-46 dikisahkan bahwa kegelapan meliputi seluruh daerah itu, dan tirai Baitul Maqdis terbelah dua, lalu Ia menyerahkan nyawaNya.

[sunting] Salat Sa’at al-Ghurub

Dalam Gereja Katolik dikenal dengan Vesper (ibadah sore/senja/Magrib). Waktunya bersamaan dengan terbenamnya matahari, kira-kira pukul 06.00 petang (18:00) menurut waktu kita. Salat ini untuk mengingatkan kita pada diturunkannya tubuh Junjungan kita Al-Masih dari kayu salib, lalu dikafani dan dibaringkan serta diberi rempah-rempah (ruttabat hadza ash-salatu tadkara li-nuzulu jasada as-sayid al-Masih min ‘ala ash-shalib wa takafiniyat wa wadha’ al-hanuthan ‘alaih).

[sunting] Salat al-Naum

Shalat al-Naum (‘saat berangkat tidur’), kira-kira sejajar dengan salat ‘Isya dalam Islam. Gereja Katolik menyebut salat ini Complin (Latin: Completorium 'penutup'). Tradisi liturgis Kristiani menghubungkan salat malam ini "untuk mengingat berbaringnya Junjungan kita al-Masih dalam kubur" (ruttabat tadzkara li-wadla’a as-sayid al-Masih fi al-qubr).

[sunting] Salat as-Satar

Salat tengah malam (penutup) ini, disebut dalam gereja-gereja kuno dengan berbagai nama: Salat Lail (Salat malam), Salat Satar ("Pray of Veil", Salat Penutup), atau Salat Sa’at Hajib Dhulmat (Salat berjaga waktu malam gelap). Dalam bahasa Aram/Suryani dikenal dengan istilah Tselota Shahra (Salat waktu berjaga). [bnd. Wahyu 16:15, Kisah Para Rasul 16:25].
Ibadat tengah malam, yang semula dalam gereja Latin disebut Nocturna, tidak memiliki jam yang tetap dan dapat dilaksanakan kapan saja di antara Complin dan Matin. Ibadat ini berpadanan dengan Salat Tahajjud dalam Islam. Oleh sebab itu, banyak tempat yang kemudian melaksanakannya berdekatan dengan Matin. Ibadat tengah malam ini akhirnya pun disebut Matin (kerancuan istilah ini sebenarnya tidak salah sebab Matin (Latin: matutinum) berarti 'waktu fajar' dan Nocturna sudah tidak benar-benar dilaksanakan pada tengah malam lagi). Ibadat subuh yang sesungguhnya lalu mendapat nama baru: Lauds (berasal dari perkataan Laudate Dominum 'Pujilah Tuhan' yang terkandung dalam ayat mazmur-mazmur yang dinyanyikan pada akhir ibadat ini), dan langsung dilaksanakan menyusul ibadat "tengah malam" (yang kini bernama Matin).
Setelah Konsili Vatikan II ibadat tengah malam (Matin) kini disebut Ibadat Bacaan (Latin officium lectionis) dan waktu pelaksanaannya dapat digeser kapan saja sepanjang hari.

No comments:

Post a Comment